Halo,, halo,, halo,,
Selamat Siang,

Gagal, mengikuti komitment one week one posting (1W1P), karena sejak 3 minggu lalu saya mengikuti kursus profesi penyusun Amdal. Dengan jadwal yang sangat amat padat merayap, sehingga saya jadi menomerduakan si blog kentut ini.


Minggu malam, 7 Desember 2014, seorang pendeta yaitu bapak Joab dari Kampung Boldon, sebuah kampung ditengah hutan Ayamaru  Kab. Sorong Selatan menghubungi saya. Namun sayang, saya tak bisa mengangkatnya karena sedang mengendarai kendaraan. Bapa Joab seorang pemuka agama yang sangat berpengaruh di Kampung Boldon, beliau sudah menganggap saya sebagai anak sendiri. Walaupun tinggal dipelosok kampung, Bapa Joab memiliki pengetahuan yang luas.

Kesokan paginya, saya meng SMS Bapa Joab untuk menanyakan ada kabar apa gerangan. Sambil menunggu balasan SMS, seperti biasa saya melanjutkan tugas hafalan rutin dari abang di Balikpapan. Dinginnya AC bus Primajasa, terasa panas oleh senyuman, gembira yang susah diungkapkan dengan kata-kata saat membaca SMS balasan dari Pak Joab.


 
Seketika lamunan saya pun seperti flashback pada tahun 2013, saat sedang mendapat amanah untuk melaksanakan AMDAL pembangunan jalan Sesna-Boldon-Wehali di Papua Barat. Ya Papua Barat,  lebih tepatnya di Kabupaten Sorong Selatan, Teminabuan. Ntah angin apa yang bisa membawa saya kesana, namun karena sudah tugas kantor dan ditambah motivasi “mpok gw dah ke utara Indonesia, gw gak boleh kalah, gw bakal ke ujung timur Indonesia” semua pun saya jalani.



 

Papua nan indah, surga di ujung timur Indonesia. Kekayaan alam yang melimpah ruah, mulai dari dasar laut sampai puncak gunung, semua ada di Papua. Tapi yaa, untuk menyaksikan keindahan butuh pengorbanan. Akses jalan yang masih dalam pembangunan, terjal berbatu, berkelok-kelok bisa membuat badan menjadi encok pegelinu. 
Lokasi tujuan kali ini ke Kampung Boldon dan Wehali, yang letaknya ditengah Hutan. Kampung Boldon dan Wehali terpisahkan oleh Hutan Lindung Ayamaru. Kampung Boldon berjarak 1 jam perjalanan dari kota Teminabuan, sedangkan Kampung Wehali harus ditempuh 4-5 jam, kita harus berputar dulu ke kab. Maybrat.  




Penugasan kali ini, saya bertugas mengkaji rencana pembangunan ruas jalan yang akan melalui hutan lindung ayamaru. Sesampainya dikampung tersebut, masyarakat amat menyambut baik kedatangan kami, kebahagiaan amat terpancar dari wajah mereka karena cita-cita memiliki jalan terwujud, bahkan ada yang sampai menari-nari memegang parang untuk meluapkan kegembiraannya.

 

Bayangkan, masyarakat dari kampung Wehali jika ingin menuju Kota Teminabuan, harus berjalan kaki melalui hutan selama 6 jam atau naik kendaraan dengan memutar ke Maybrat dengan membayar 250ribu. Namun jika jalan tembus dari kampung Wehali ke Boldon terwujud sepanjang 6,7 Km, mereka bisa menempuh dengan waktu kurang dari 10 menit jika menggunakan motor. Sensasional bukan.

Sesampainya saya di kampung Wehali, terdapat sungai yang amat deras namanya Sungai Doros. 
Airnya jernih, kadar oksigen terlarutnya saja menyentuh angka 7. Sungguh luar biasa. Ingin rasanya nyemplung, tapi apa daya saya masih inget janji First Lady (emak) "gak boleh serampangan dikampung orang" dan niat itu saya urungkan. Masyarakat amat bergantung pada sungai doros, sebagai pemenuhan air bersih guna kebutuhan hidup sehari-hari.
Perjalan kali ini sungguh amat sangat bermakna dan banyak memberi pengalaman hidup kepada saya. Ditengah hiruk pikuk pembangunan ibukota, masih ada masyarakat diujung sana yang bersusah payah untuk mendapatkan akses jalan.

Terlepas dari berbagai masalah yang saya hadapi dan hak yang belum di selesaikan oleh perusahan konsorsium. Ya sudah lah, saya masih dapat berbahagia, berhasil, dan berpartisipasi dalam pembangunan untuk melunasi "JANJI KEMERDEKAAN".

Semoga dengan adanya jalan ini, pembangunan akan semakin merata di seluruh wilayah Indonesia.
 


Salam
Kentut Photography


Oktober 2011, jalan-jalan keluar negeri?? Sesuatu yang belum pernah terpikirkan dalam benak saya. Yang ada diotak saya saat itu cm “LULUS S1”.  Entah angin apa,tiba-tiba mpok saya mengajak buat nge-backpaker ke Malaysia. Iya Malaysia, negara yang jadi rival abadi Indonesia kalau sedang main bola atau akrab dipanggil si harimau malaya. 

 

Perjalan ke Malaysia, membuka mata saya tentang dunia luar,, dunia selain Indonesia dan perjalanan kali ini kita beri judul “Lost in Malaysia”. Iya,, LOST,, karena kita tidak mempersiapkan apapun,, teman yg mengatur itenary, megang voucher hotel, doi ketinggalan pesawat karena kemacetan ibu kota Jakardah. Jadi lah saya dan mpok nekat, apa daya otak tak sampai, masa kita kalah sama bonek.


Pendaratan mulus pesawat yang kita tumpangi, si air asia, mendarat sukses dengan selamat di bandara KLCC. Wow, amazing,, ini para pesawat tersusun rapi bagai mainan dalam rak kaca. Kesibukannya juga beda jauh sama bandara Soetta. Usut punya usut ternyata bandara KLCC itu dikhususkan untuk pesawat low cost. Jadi gak dicampur aduk dengan pesawat lain yang high cost.  


Masalah transportasi, mungkin negara si Safee Sali ini bisa dibilang cukup tertib dibandingkan ibu kota negara kita. Kalau pas lampu merah ya berhenti, beda kalau di kita, lampu merah kosong gak ada polisi ya tancap saja.


Kalau di kita baru model cabut pentil, gembok ban, dan derek. Nah, masalah tata tertib dilarang parkir sembarangan juga sudah lebih maju dibandingkan ibu kota kita. Menurut informan terpercaya, jika ada rambu-rambu ini, kita gak boleh parkir sembarangan. Kalau kita parkir, nanti kelihatan di CCTV dan taraaaa,,, tanpa babibu,, mobil langsung di derek atau di gembok.  


Nampaknya di Kuala Lumpur, kendaraan itu sediki ya. Jalanan tidak semacet di ibukota kita. Jalannya juga bersih, selama jalan kaki saya tidak menemukan sampah berserakan jalan.

Bersaing ya boleh bersaing, tapi ada baiknya kita juga belajar dari negara lain tentang ketertibannya. Semoga kita bisa mencontoh, biar jadi lebih baik.

Thanks to mpok atas gretongannya dan Wina atas sharingnya,,

Salam jepret
Kentut photography.
Selamat sore,, Salam jumpa,,
Setelah bersemedi di WC, dan disela-sela suntuknya pekerjaan..
akirnya saya dapat ilham untuk bercerita.

Gak adil rasanya kalau saya hanya bercerita tentang berbagai daerah di Indonesia tapi saya belum bercerita tentang tanah kelahiran saya, Ranah Minang Kabau. Kali ini saya akan bercerita tentang “Baralek Panghulu”sebuah prosesi adat Minang Kabau untuk pelantikan kepala suku.


Setiap suku di dunia pasti akan dipimpin oleh seorang kepala suku, begitu juga dengan suku saya. Suku Sikumbang Sungai Limau. Kami dipimpin oleh kepala adat yang biasa di sapa Angku Datuak,,

Lebih dari 20 tahun suku saya tidak memiliki pemimpin, yang dikarenakan datuak sebelumnya telah meninggal dunia dan belum ada yang mau menggantikannya. Kenapa? Bagi kami, bukan hal mudah untuk menjadi datuak. Seorang datuak harus dituntut adil dalam memutuskan perkara dan bijak dalam bersikap menjadi panutan bagi seluruh anggota sukunya.

Akhirnya tahun 2012, berdasarkan hasil musyawah dengan menjunjung tinggi prinsip“Bulek kato dek mufakaek, bulek di nan Panghulu (satu kata untuk mufakat, untuk satu penghulu)”. Kami menemukan sosok pemimpin yang bersedia untuk memimpin suku, seorang pria muda kelahiran tahun 1985.

Sebagi refleksi rasa sukur, kami mengadakan baralek panghulu untuk menyambut datangnya pemimpin baru kami. Prosesi baralek panghulu ditandai dengan berbagai pertunjukan tradisional, salah satunya adalah Silek atau dalam bahasa indonesia berati Silat.

Silat minang kabau terkesan cepat dan mematikan. Bisa disaksikan di film the raid, begitu cepatnya si Iko Uwais meliuk-liuk memberikan pukulan terhadap lawannya. Dalam atraksi silat diiringi oleh dentuman musik kendang atau yang sering disebut dengan tansa.

Sebagi puncak acara, hulubalang mengarak kerbau keliling kampung.

 Kerbau pada masyarakat minang kabau merupakan sebuah lambang kemenangan. 

konon ceritanya penggalakan nama minang kabau berati kerbau yang menang saat masa peperangan dahulu kala. Cerita selengkapnya bisa searcing aj di om gogel

Masyarakat yang hiruk pikuk mengiringi prosesi adat berkeliling kampung, naik turun gunung  tanpa merasa rasa penat. Rasa itu larut karena kebahagiaan.


 
Kita sebagai penerus bangsa indonesia yang memiliki berbagai macam kebudayaan, jangan sampai kita melupannya. Karena kebudayaan adalah aset yang tak ternilai harganya.
Salam
Jepret
Kentut Photography