Jakarta, 20 November 2019

Pas satu bulan lalu, 20 Oktober 2019 Pak de dilantik jadi presiden. 

Pada tanggal yang bersamaan saya berniat menghadiri undangan beliau.
Namun apa daya, saya datang terlalu pagi ke gedung parlemen sehingga disuruh pulang lagi sama pak penjaga gerbang.
Jadilah pelantikan pak de hanya bisa dilihat lewat kotak segi empat di tembok hotel.

Alhamdulillah pelantikan berjalan lancar, nomer satu dan dua sekarang menjadi nomer tiga yaitu "Persatuan Indonesia".

Prosesi selesai satu persatu, termasuk pidato kenegaraan pak de sebagai presiden periode 2019 - 2024. 

Ada yang menarik dari pidato pelantikan pak de, yaitu menerapkan simplifikasi perizinan dengan menghapus IMB  bahkan Izin AMDAL. Beberapa saat kemudian pak Mentri ATR membuat publik tercengang dengan statment "akan menghapuskan IMB dan AMDAL, karena menghambat investasi". Tentu penghapusan tersebut jika daerah sudah punya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

Woww,, gw tercekak,, AMDAL dihapuskan?? periuk nasii tuh,, bisa berontak kampung tengah. 

Teman-teman konsultan pun pada teriak serta gelisah. 
Bahkan ada beberapa orang yang japri saya mengkonfirmasi hal tersebut.
Berasa orang penting, padahal saya hanya remah-remah kripik singkong.

Okeh.. tarik napas sejenak..
Gw cuma bisa ketawa denger japri-japrian kawan dan ingin ku teriak
"Makanya dibaca itu barang... jangan kaleng-kaleng "
Tapi tak urungkan demi sedikit menjaga hati..

Dari latar belakang tersebut, gw ingin mencurahkan sedikit hal yang pernah gw baca. Sebelum gw lanjutkan tulisan ini, gw cuma bisa bilang gw bukan orang yang paham segalanya. Namun semua yg gw tuliskan ini berdasarkan apa yg gw pelajari dan pahami. 

Pertama, AMDAL bukan di Hapuskan, tapi dikecualikan. Hal ini bisa terjadi jika daerah sudah memiliki RDTR. Meskipun dikecualikan, si perusahaan tetep harus bikin UKL-UPL. Hal tersebut sudah ada sejak tahun 2012, tepatnya di PP 27/2012, pasal 13 ayat 1 poin b
Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup dikecualikan dari kewajiban menyusun Amdal apabila lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada pada kabupaten/kota yang telah memiliki rencana detil tata ruang kabupaten/kota dan/atau rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
kedua, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah mengeluarkan peraturan pendukung di Permen LHK NO 24 tahun 2018 tentang Pengecualian Kewajiban Menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan untuk Usaha dan Atau Kegiatan yang berlokasi di Kab atau kota yg sudah punya RDTR. Diperaturan tersebut sudah ada aturan mainnya. sok dibaca.

Saran gw, mungkin pak menteri ATR atau pejabat-pejabat negri +62, kudu pilih-pilih Tenaga Ahli yg bener biar gak bikin rame. Hal ini dikarenakan kata"dihapuskan" maknanya akan lebih keras dibandingkan "dikecualikan". Selain itu, AMDAL bukan ranah kementerian terkait, AMDAL ranahnya KLHK. Ibaratnya, masa iya, punya istri malah ngatur istri orang lain, gak cocok toh. Selain itu, gak ada yg namanya izin AMDAL adanya izin lingkungan (makasih mas Dimas, niat mau meluruskan izin AMDAL, jd kelupaan ^.^v).

Selain itu, buat temen-temen yg seprofesi sama gw, ya mbok dibaca dulu. Ini salah satu pembuktian dari tulisan "Moneyisasi Sertifikat Keahlian". Marilah kita untuk tidak jadi kaleng-kaleng.

Dan hal yang paling gw gak setuju dengan yang diatas sana adalah 
"AMDAL menghambat investasi.."
mungkin dari gw, gw berkaca atas keahlian gw dibidang ini, sebuah cambuk untuk terus mengeksporasi ilmu gw agar semua berjalan efektif efisien.

namun, AMDAL tidak melibatkan 1 pihak, tapi banyak pihak, Ada Pemerintah sebagai pengambil keputusan, ada pengusaha sebagai pemrakarsa kegiatan, dan ada masyarakat sebagai penerima dampak.

Bagi gw, AMDAL ibarat buku nikah. yang kudu dipahamin dan diimplementasikan.

Semua dampak yang dihasilkan harus dikelola, sesuai prinsipnya dengan pemilihan teknologi, minimisasi, dan kompensasi. Semua dampak yang kita hasilkan, ttp harus dipantau. sehingga kita bisa menjaga lingkungan untuk kehidupan di masa depan.

salam
cerita sikentut