Oktober 2011, jalan-jalan keluar negeri?? Sesuatu yang belum pernah terpikirkan dalam benak saya. Yang ada diotak saya saat itu cm “LULUS S1”.  Entah angin apa,tiba-tiba mpok saya mengajak buat nge-backpaker ke Malaysia. Iya Malaysia, negara yang jadi rival abadi Indonesia kalau sedang main bola atau akrab dipanggil si harimau malaya. 

 

Perjalan ke Malaysia, membuka mata saya tentang dunia luar,, dunia selain Indonesia dan perjalanan kali ini kita beri judul “Lost in Malaysia”. Iya,, LOST,, karena kita tidak mempersiapkan apapun,, teman yg mengatur itenary, megang voucher hotel, doi ketinggalan pesawat karena kemacetan ibu kota Jakardah. Jadi lah saya dan mpok nekat, apa daya otak tak sampai, masa kita kalah sama bonek.


Pendaratan mulus pesawat yang kita tumpangi, si air asia, mendarat sukses dengan selamat di bandara KLCC. Wow, amazing,, ini para pesawat tersusun rapi bagai mainan dalam rak kaca. Kesibukannya juga beda jauh sama bandara Soetta. Usut punya usut ternyata bandara KLCC itu dikhususkan untuk pesawat low cost. Jadi gak dicampur aduk dengan pesawat lain yang high cost.  


Masalah transportasi, mungkin negara si Safee Sali ini bisa dibilang cukup tertib dibandingkan ibu kota negara kita. Kalau pas lampu merah ya berhenti, beda kalau di kita, lampu merah kosong gak ada polisi ya tancap saja.


Kalau di kita baru model cabut pentil, gembok ban, dan derek. Nah, masalah tata tertib dilarang parkir sembarangan juga sudah lebih maju dibandingkan ibu kota kita. Menurut informan terpercaya, jika ada rambu-rambu ini, kita gak boleh parkir sembarangan. Kalau kita parkir, nanti kelihatan di CCTV dan taraaaa,,, tanpa babibu,, mobil langsung di derek atau di gembok.  


Nampaknya di Kuala Lumpur, kendaraan itu sediki ya. Jalanan tidak semacet di ibukota kita. Jalannya juga bersih, selama jalan kaki saya tidak menemukan sampah berserakan jalan.

Bersaing ya boleh bersaing, tapi ada baiknya kita juga belajar dari negara lain tentang ketertibannya. Semoga kita bisa mencontoh, biar jadi lebih baik.

Thanks to mpok atas gretongannya dan Wina atas sharingnya,,

Salam jepret
Kentut photography.
Selamat sore,, Salam jumpa,,
Setelah bersemedi di WC, dan disela-sela suntuknya pekerjaan..
akirnya saya dapat ilham untuk bercerita.

Gak adil rasanya kalau saya hanya bercerita tentang berbagai daerah di Indonesia tapi saya belum bercerita tentang tanah kelahiran saya, Ranah Minang Kabau. Kali ini saya akan bercerita tentang “Baralek Panghulu”sebuah prosesi adat Minang Kabau untuk pelantikan kepala suku.


Setiap suku di dunia pasti akan dipimpin oleh seorang kepala suku, begitu juga dengan suku saya. Suku Sikumbang Sungai Limau. Kami dipimpin oleh kepala adat yang biasa di sapa Angku Datuak,,

Lebih dari 20 tahun suku saya tidak memiliki pemimpin, yang dikarenakan datuak sebelumnya telah meninggal dunia dan belum ada yang mau menggantikannya. Kenapa? Bagi kami, bukan hal mudah untuk menjadi datuak. Seorang datuak harus dituntut adil dalam memutuskan perkara dan bijak dalam bersikap menjadi panutan bagi seluruh anggota sukunya.

Akhirnya tahun 2012, berdasarkan hasil musyawah dengan menjunjung tinggi prinsip“Bulek kato dek mufakaek, bulek di nan Panghulu (satu kata untuk mufakat, untuk satu penghulu)”. Kami menemukan sosok pemimpin yang bersedia untuk memimpin suku, seorang pria muda kelahiran tahun 1985.

Sebagi refleksi rasa sukur, kami mengadakan baralek panghulu untuk menyambut datangnya pemimpin baru kami. Prosesi baralek panghulu ditandai dengan berbagai pertunjukan tradisional, salah satunya adalah Silek atau dalam bahasa indonesia berati Silat.

Silat minang kabau terkesan cepat dan mematikan. Bisa disaksikan di film the raid, begitu cepatnya si Iko Uwais meliuk-liuk memberikan pukulan terhadap lawannya. Dalam atraksi silat diiringi oleh dentuman musik kendang atau yang sering disebut dengan tansa.

Sebagi puncak acara, hulubalang mengarak kerbau keliling kampung.

 Kerbau pada masyarakat minang kabau merupakan sebuah lambang kemenangan. 

konon ceritanya penggalakan nama minang kabau berati kerbau yang menang saat masa peperangan dahulu kala. Cerita selengkapnya bisa searcing aj di om gogel

Masyarakat yang hiruk pikuk mengiringi prosesi adat berkeliling kampung, naik turun gunung  tanpa merasa rasa penat. Rasa itu larut karena kebahagiaan.


 
Kita sebagai penerus bangsa indonesia yang memiliki berbagai macam kebudayaan, jangan sampai kita melupannya. Karena kebudayaan adalah aset yang tak ternilai harganya.
Salam
Jepret
Kentut Photography


Hallo,, selamat Siang,,  salam jepret,,

Masih dalam suasana One Week One Posting [1W1P]


Kali ini saya akan bercerita tentang keseharian seorang guru dari pelosok timur Indonesia,,



Perjalan saya ke Kabupaten Waropen, Provinsi Papua demi menunaikan tugas kantor memiliki makna tersendiri. Banyak pengalaman hidup yang saya peroleh dari perjalanan ini.



Kali ini saya berkenalan dengan key person, yang tinggal di tapak lokasi pembangunan, tepatnya dipesisir pantai pendek, kabupaten waropen. 

Siapa sangka rumah panggung kayu dengan ukuran 5x6 m,  beratapkan seng, kamar mandi terpisah berbentuk kotak yang dikelilingi seng, penyaring air sederhana ( baca disini ), serta kompor dari bahan bakar kayu dihuni oleh kepala keluarga dengan titel S.Pd.


Ya memang begitu kenyataannya,  nama beliau Adrianus Kayoi, S.Pd., putra asli kelahiran Kabupaten Waropen tamatan S1 Universitas Cendrawasih.  Dalam kesehariannya beliau berprofesi sebagai seorang guru di salah satu Sekolah Dasar di kabupaten Waropen.




Hidup sederhana dengan penghasilan +  RP. 2.000.000, sudah cukup baginya. Kenapa saya bilang CUKUP? Padahal biaya hidup disana cukup tinggi. Nasi pakai ayam aja 45.000, ayamnya juga di impor dari pulau jawa. Beras dan kebutuhan pokok lainnya juga dimpor dari Pulau Jawa dan Makassar. 



Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, selepas mengajar beliau turun kelaut untuk menjaring ikan. “pakai ikan juga bisa bikin anak saya pintar to, lebih sehat dibandingkan makan ayam dari surabaya,,”. Ya bisa dibilang setiap hari beliau makan ikan, yang berbeda Cuma temannya si ikan, kadang nasi kadang papeda.




Mendidik para tunas bangsa untuk meyenyam pendidikan yang layak sudah menjadi jalan hidupnya. Apapun rintangannya akan dilaluinya, demi masa depan yang cerah bagi penerus tanah kelahirannya.






“Beta tak minta banyak,, beta nak minta su bisa sakola saja,,”



Salam jepret..
Kentut Photography